Featured

MASYARAKAT KITA TERLALU SENSITIF DENGAN 'LENDIR'

by - November 17, 2017


Masih hangat dengan berita penggerebekan di suatu kontrakkan di Cikupa, Tangerang. Berita tersebut ternyata adalah main hakim sendiri yang salah duga, oleh pihak warga terhadap sejoli di suatu kontrakan.

Seperti yang dilansir oleh merdeka.com (https://www.merdeka.com/peristiwa/kronologi-dua-sejoli-di-cikupa-diarak-warga-dan-dipaksa-mengaku-berbuat-asusila.html), bahwa kronologi awalnya kejadian tersebut hanyalah bermula sang lelaki yang membelikan makanan untuk pacarnya, dan  kemudian menyantap makanan bersama. Kemudian penggerebekan berlangsung dan mereka dipaksa untuk mengaku telah berbuat mesum, hingga terjadinya proses penelanjangan sepasang kekasih tersebut oleh warga. Beruntungnya dalam kasus ini, pihak kepolisian langsung menanganinya.

Masyarakat kita terlalu sensitif dengan hal yang berhubungan jika ada sepasang kekasih berada di suatu tempat di malam hari, berarti mereka bertindak asusila. Asumsi tersebut cepat sekali direspon oleh masyarkat, terutama masyarakat di negara berkembang. Cenderung mengikut-campuri hubungan privasi terutama perkara 'lendir'.


Tidak hanya kejadian penggerebekan di Cikupa saja, kasus 'lendir' juga terjadi oleh Rizieq Shihab. Perkara kasus ini masih simpang siur adanya tentang kebenaran chat sex yang dilakukan oleh Rizieq Shihab dengan Firza Husein.
Kejadian tersebut masih tanda tanya, dan fakta-faktanya dalam penyelidikan juga menyatakan kasus tersebut adalah fitnah. Fakta-fakta tersebut bisa ditemukan di internet, jika pengonumsi media mempunyai pendidikan literasi media).

Berdasarkan sebuah opini di Kompasiana (https://www.kompasiana.com/angrybird/chat-mesum-wa-rizieq-firza-jelas-itu-hoax-kok-ada-yang-percaya_5892c447e3afbd0506692d8d), fakta yang telah diketahui publik adalah situs baladacintarizieq.com yang menyebar pertamakali chat WA tersebut ternyata dibuat 2 hari sebelum kasus itu meluas ke publik. Terlihat dengan jelas bahwa situs tersebut memang dibuat untuk menyebar suatu propaganda, seperti hoax. Padahal semestinya screenshoot dari chat tersebut seharusnya sangat privas, tetapi mengapa kita meminatinya?

Baiklah, saya tidak akan mengulik terlalu dalam soal Rizieq Shihab dan Firza, bisa jadi akan ada anggapan saya akan berat sebelah dalam artikel ini.

Selain itu berita tersebut masih tanda-tanya kebenarannya, tetapi mengapa publik sudah menghakimi bahwa Rizieq Shihab dan Firza Husein benar melakukannya. Mungkin suatu propaganda atau untuk kepentingan politik atau mungkin masyarakat kita yang memang sudah menyukai 'lendir' yang sebaiknya digadang-gadangkan skandalnya.

Kasus 'lendir' yang paling populer selain itu adalah, tersebarnya video skandal alumnus UI oleh HA. Video tersebut tersebar dijagat maya hingga dicari-cari linknya oleh para netizen untuk menyaksikan atau sekedar pemuas hasrat belaka. Pernahkah terpikirkan dampak psikis yang diterima HA ketika video tersebut tersebar? Bisa saja tekanan batin, bahkan enggan bersosial dengan lingkungan sekitar, dan memiliki trauma dalam bersosial, atau yang terburuk bisa saja bunuh diri (http://medan.tribunnews.com/2017/10/28/temannya-khawatir-hana-annisa-bunuh-diri-mengaku-kenal-laki-laki-di-video)
Masyarakat kita begitu antusiasnya berlomba-lomba mencari link video tersebut dan membagikannya kembali ke khalayak. Hingga kita tidak menyadari, bahwa harga diri seorang manusia dianggap hanyalah secuil kepuasan hasrat belaka.

Tiga kasus di atas mencerminkan bagaimana cara masyarakat kita menanggapi kejadian-kejadian 'lendir'. Masyarakat kita cenderung mentidak-manusiakan pihak yang bersangkutan. Tindak-tindakan yang dilakukan masyarakat kita cenderung haus 'hasrat', seperti menelanjangi sepasang kekasih di dalam penggerebekan, menghakimi sebagai peran skandal tanpa fakta yang belum valid, berburu link video skandal pribadi.


Saya beranggap kasus-kasus yang di atas bersifat privasi, mengapa masyarakat harus repot-repot mengurusi permasalahan 'lendir' pribadi orang? Mungkin karena kita berada di kebudayaan masyarakat yang kolektivis dan di negara yang berkembang, sehingga permasalahan privasi adalah menjadi pembahasan dalam forum masyarakat. Jika alasannya adalah norma atau agama yang menyatakan dosa perbuatan zina akan mengimbasi tetangga-tetangga sekitar peristiwa skandal, mengapa harus melakukan kebrutalan seperti menelanjangi pihak tersebut?

Katanya suci, amar ma'ruf nahi munkar (menyerukan kebaikan, mencegah hal buruk) saja masih jauh dari kata suci.

Jika diambil dari sudut agama, masyarakat kita lebih banyak bertindak atas kejadian-kejadian 'lendir'. Sedangkan dalam kasus berdarah rumah tangga semisal kasus Novi yang menyiksa hingga mebunuh anaknya, tetangga sekitar hanya melakukan pembiaran pada kejadian tersebut dengan alasan privasi. Masalahnya, mengapa melakukan pembiaran? Jika itu privasi keluarga, dalam segi agama mengapa tidak melakukan tindakan? Apakah karena itu permasalahan privasi keluarga, bukan karena lendir? Pertanyaan ini yang perlu dipikirkan masyarkat dalam hal menyikapi permasalahan privasi, dan 'lendir' tetangga.

Berbeda dengan negara-negara maju atau kebudayaan individualis, permasalahan internal atau privasi, cenderung harus ditanggapi secara pribadi. Tetapi yang menjadi resikonya adalah, kurangnya kepedulian bersosial dan bertetangga yang baik. Maka dalam permasalahan soal skandal seseorang sudah dianggap lumrah dan dianggap biasa-biasa saja, sehingga tidak perlu mereka (masyarkat individualis) ikut campur perkara privasi 'lendir' seseorang.

Sebagai masyarakat kolektivis, kita memang sudah membudidaya permasalahan buruk dari internal. Namun, perlunya memanusiakan permasalahan tersebut agar penindakannya lebih manusiawi dan beradab. Karena semua manusia pernah berbuat salah, tetapi setiap manusia sudah pasti memiliki hak harga diri dalam ditindak.

Akhir kata: Mau bertindak amar ma'ruf nahi munkar, kok cari yang 'lendir-lendir'? Kok gak manusiawi?

You May Also Like

0 komentar