MALAM INI ADALAH MALAM TERAKHIR PERADABAN UMAT MANUSIA
Malam
itu ledakan bom sangatlah menggetarkan hati para pendosa yang tak tahu apa-apa.
Memakan dan meluluhlantakkan segala yang ada di sudut kota itu hingga tak
tersisa. Kota dipenuhi api yang tak kunjung padam.
Bagaimana
akan padam? Semua orangyang tersisa disana hanyalah sebuah bayang-bayang
kenangan yang terbang melukis kisah-kisah pemilik bayangnya yang telah
matiditinggalkan jasadnya. Mayat-mayat sudah bergelimpangan diseluruh sisi
jalandan tak ada satupun yang tersisa. Sebut saja kota ini adalah kota mati.
Kota akhir peradaban umat manusia. Semua sudah luluh lantak dan hangus terbakar
taktersisa. Kalau kau ingin melihat apa yang pernah ada, lihatlah pada
asap-asap kisah perjalanan bagaimana kota ini bisa tiada tanpa sisa.
Dan
aku? Aku sudah menjadi arang yang sekali sentuh sisinya akan rapuh dan tak kuat
lagi menjadi saksi dalamkisah hidup manusia. Dan hanya dalam sekejap saja, aku
hilang termakan waktudan tak mampu sisakan cerita untuk dunia. Namun, aku
adalah saksi bisu dalamkehidupan mereka yang kian hari merajalela untuk
kerusakan. Mungkin aku bisaselamat dari kegilaan ini semua. Seharusnya kupatuhi
kata-kata Langit, dia akan membawaku terbang jauh meninggalkan tempat ini.
Bodohnya aku tak memperdulikankawanku. Sudahlah, batu sudah menjadi abu. Kota
ini hancur karena kerakusanmanusia. Hancur lebur karena ego masing-masing dan
tak peduli akan kebersamaan, padahal mereka adalah umat yang percaya akan
Tuhan. Langit, harusnya aku percaya akan kata-katamu.
Lantas
mengapa manusia harus diciptakan bila mereka hendak saling bertumpah darah? Itu
pertanyaan malaikatpada Tuhan. Tuhan merahasiakan. Langit tak akan
menjawab.
***
“Malam
ini adalah malam terakhir peradaban umat manusia.Dimana
manusia tak kenal lagi moral, takkenal lagi sisi-sisi berbagi dan kemanusiaan.”
Itulah
kata-kata yang terucap olehpengemis malang yang baru saja melintas melewatiku.
Mungkin aku tak terlihatdan tak dianggap oleh mereka. Karena aku hanyalah
sebongkah kerikil kecil didekat pusat kota yang sumpek ini. Pengemis tadi
sepertinya pergi dari alun-alunkota, mungkin karena dia resah dan gelisah atas
semua manusia yang ada di kotaini, yang kian hari kian menjadi bobrok gubuk
moralnya dalam hidup.
Setelah
kulihat itu, Langit gelap tiba-tiba memanggilku. Biasanya bila langit
memanggilku, akan ada hal besar di kota ini seperti pameran atau pesta. Bisa
saja hujan yang akan datang, karenasekian lama kota ini tidak diguyuri hujan,
dan apa saja yang bisa dia sampaikan.
“Hei. Kerikil
kecil. Pergilah dari kota ini, kota ini sudah tidak aman lagi bagimu” kata
Langit kepadaku.
“Apa?
Bagaimana aku bisa pergi daritempat ini? Sedang kaki saja aku tak punya”
jawabku.
“Aku
akan menyertakan angin padamu,hendaklah kamu bersiap diri”
“Memangnya
apa yang akan terjadipada kota ini?” tanyaku penasaran akan apa yang sebenarnya
ingin disampaikanLangit.
“Kota
ini akan hancur dalam semalamsaja, percayalah. Akan muncul dua orang lelaki
bergamis dan berkalung sorbanyang membawa kotak besar yang akan menghancurkan
kota ini.Kota ini adalah kotaterakhir yang dapat dihuni manusia setelah semua
negeri di dunia ini hancur lebur karena rekan-rekan mereka” jawabnya.
“Hei.
Langit. Aku tak percaya padamu, aku sudah sering mendapatkan kabar dari
manusia-manusia yang lalu-lalang di hadapanku. Tapi tak ada satupundari mereka
membahas dari negeri-negeri lain. Kalaupun sedikit dari mereka yangtahu,
hendaknya mereka yang memiliki sanak famili di negeri lain, pasti akandatang
dan menjenguk mereka” tantangku meragukan beritanya.
“Kerikil,
tahu apa kamu? Manusia jaman sekarang hanyalah pedulikan ego masing-masing,
bukankah telah kau lihat?”Langit menentang kembali kepadaku.
“Tidak
juga, mereka masih saling membutuhkan disini. Kau lihat saja transaksi yang
dilakukan sekelompok orangdisana. Lihat pula bagaimana para bartender
membutuhkan pelanggannya.” Jawabku
“Ah…
terserah kamu sajalah, aku tak lagi bisa membantumu, anginku tidak akan jadi
datang menjemputmu.” Langit mengalihkan muka dariku.
Aku
terdiam. Padahal telah lama akudan Langit merangkai persahabatan, walau dia
bisa datang tanpa diundang dan takbisa aku memanggilnya. Langit mengalihkan
wajah tak memandangiku.
Kalau
boleh kuperkenalkan diri. Aku adalah Kerikil yang tergeletak di jalanan yang
dilalui oleh para manusia. Aku bukan bermaksud sok tahu akan keadaan mereka
yang memiliki akal dan mampu berpikir. Tak seperti aku. Justru seringkali
akulah yang memandang keadaanmereka dengan tatapanku yang dingin. Kebanyakan
manusia zaman sekarang lebih senang memilih hidupnya yang lebih mudah untuk
dijalani. Mungkin karena mereka sudah merasa seperti raja atas segala tahta di
dunia yang ada. Tak sedikit pulamanusia lebih memilih untuk menyenangkan diri
sendiri dan bertindak sesuka hatinya, daripada harus memedulikan kebutuhan
orang lain.Dan bila merekamempunyai permasalahan pada diri sendiri meskipun tak
seberapa, mereka merasa menjadi makhluk yang paling menderita di dunia dengan
segala kegalauan yang ada. Aku sering kali menjadi bahan pelampiasan emosi
mereka, mungkin karena akukeras dan bisa menjadi pelontar emosi mereka.
Kalau
aku boleh cerita, aku telah mengalami banyak penderitaan karena mereka. Aku
pernah menjadi bola sepakketika aku harus menemani seorang yang gundah-gulana
dengan pikuk masalahsepele. Palingan masalah cinta. Danyang paling
tragis dalam hidupku, aku bersama sejuta kawan-kawanku pernahdigunakan menjadi
pelempar emosi ketika manusia datang bergerombol untukmelukai, pun saat mereka
membunuh sekelompok manusia yang tak mereka sukai.Namun, menjadi batu haruslah
tegar, keras dan yakin pada diri sendiri.
Namun
harus kuakui. Malam ini, malam terakhir peradaban umat manusia.
Entah
kenapa, aku merasa duniasudah terkikiskan dengan cahaya matahari senja dengan
memamerkan warna merahsaga yang lebih tampak seperti akan terjadi sebuah
keburukan nista yang akanterlahirkan di malam hari. Burung-burung gereja saja
mulai malu-malu untukkeluar. Mereka lebih memilih hinggap diatas gedung-gedung
tinggi yang menjulang,yang sarangnya saja tak terbuat dari serabut-serabut
pohon alami, melainkan dari kawat-kawat besi yang dingin. Mungkin mereka lebih
hidup dingin agar terbiasa dengan hati para manusia yang dingin tanpa belas
kasih padanya.
Para
ustad yang biasanya akan pergi menuju masjid untuk mengumandangkan adzan, sudah
mulai lupa untuk mengumandangkan nama Tuhannya kepelosok lika-liku
kehidupan.Iamemilih untuk mengetahui waktu sholat sendiri dan tak mau berbagi
pada yanglain bila waktu maghrib akan tiba dalam hitungan menit. Mungkin mereka
lebih baik memiliki kesempatan bercinta sendiri kepada Tuhan, daripada
haruslelah-lelah menyerukan pada manusia lainnya dan akan membuang-buang usaha
saja.
Bartender-bartender
pun mulai membuka lapak-lapak kedai minumnya dan menjajakan kedainya kepada
orang-orang yang kebetulan lewat.
Dan
akhirnya malam pun tiba. Malam kini terlihat begitu penuh kunang-kunang
elektrik yang terpasang dimana-mana,mereka pun bisa saja menari-nari dalam
tarian diskotik dan mengikuti dentuman irama yang penuh degap-degup. Tak hanya
itu, di sisi lain, aku memandang ribuanmayat hidup yang keluar dari kedai-kedai
minum di seberang jalan.Aku berdiam,mereka tampak seperti berkhayal bila dunia
ini miliknya. Mereka tergila-gila pada anggur, itu sebabnya mereka memilih
anggur untuk memiliki dunia hinggapada akhirnya mereka pasti akan tersadar
sendiri bila khayal mereka bagaikehidupan laron yang mendambakan cahaya lampu.
Namun pada akhirnya mereka mati sendiri.
Namun
di sisi sepi pada kota, terdapatlah hotel sederhana yang tak begitu megah, dan
tak begitu mahal. Disanalah para wanita memanja genit kepadakaum pria yang
mungkin saja kelelahan oleh aktivitasnya di siang hari. Mereka kemudian saling
tawar-menawar harga, entah apa yang akan dibayar, tetapi yang ku tahu,
disanalah tempat wanita menyewakan hak-hak kelaminnya pada pria dengan begitu
murah. Sedang tak jauh dari hotel tersebut, ada 2-3 laki-laki yangbergerombol,
nampaknya mereka sedang bertransaksi atas sebuah barang rahasiayang diduga
diedarkan gelap-gelap di tepi jalan yang juga gelap.Seluk-beluknampak terlihat,
bahwa mereka ternyata bertransaksi narkoba, merekamenjualbelikan tampak seperti
mafia gelap, entah untuk apa, tapi kuyakin itu sangat mengerikan.
Langit,
apa yang kaukata ternyata benar.
Setelah
sekian lama aku bersahabat dengan Langit, tak kusangka akhirnya kami
terpecahkan hanya karena urusan manusia. Mungkin benar, manusialah penyebab semua
alam saling bergetar. Tetapi walaupun apa yang dikatakan oleh Langit benar, aku
tidak seratus persen mempercayainya bila manusia hanya memperdulikan ego mereka
dan tak memandangorang lain. Benar bila mereka egois dalam berbagai hal,
semisal adzan di masjid tadi yang tak kunjung dikumandangkan. Tapi itu adalah
simbolik untuk menghormati agama lain agar tak berisik. Lagipula manusia yang
beragama Islam bisa saja menggunakan ponselnya untuk adzan yang terjadwal.
Begitu juga dengan gereja yang seharusnya berdentang loncengnya petang tadi,
tetapi sama sekalitidak diloncengkan seharian. Padahal hari ini adalah hari
Minggu, tetapi umat Kristiani tidak menyadarinya, mungkin untuk menghormati
yang muslim.
Tapi,
seperti itukah untukmenghormati agama saudara lainnya hingga melupakan agama
sendiri? Aku tak tahu. Aku tak beragama.
***
“Malam ini adalah malam terakhir peradaban manusia”
Pengemis
malang itu datang kembali, dan kini berbisik-bisik sambil berjalan menuju arah
yang berlawanan dari arahyang tadi, ia tampak gelisah, dan sepertinya ia butuh
tumpangan untuk pergi kesesuatu tempat. Dan beruntung sekali pengemis tersebut
langsung didatangi sebuahmobil yang berisi anak-anak muda dengan mobil sedan
yang penuh dandan berlebihan disetiap bodinya.
“Bapak,
butuh tumpangan, ya?” tanyasalah satu pemuda tersebut.
“Iya,
nak. Bisa antarkan bapak kemana saja, asal jangan di kota ini?” jawabnya
pengemis malang itu.
Pemuda
lain yang di dalam mobilcekikikan meremehkan.
“Memangnya
ada apa dengan kota ini,pak?”
“Akan
datang sebuah malapetaka besar yang akan turun di tempat ini, nak. Tuhan akan
menurunkan bencana begitu besar” katanya gemetaran.
“Dasar
bapak gila! Mana mungkin ditempat seperti ini ada malapetaka? Gunung saja jauh
dari sini, air untuk tsunami pun butuh 5 hari untuk kesana. Pembual gila!”
cemooh seorang pemuda didalam.
“Sinting!”
ejek yang lain.
Kemudian
mobil berisi pemuda-pemuda itu pun pergi meninggalkan pria malang itu.
Sekalilagi,
Langit. Kau benar atas perkataanmu. Dalam hati aku ingin Langit kembali
datang kepadaku. Walau Langit terlihat jelas diatas, namun sulit sekali untuk
memanggilnya. Bahkan mustahil. Dia hanya datang ketika akan membawa berita
saja. Langit, aku telah melihat semuanya, kumohon datanglah kepadaku
dan bawalah anginmu dan bawa pergilah aku.Hatiku bergetar karena aku
menjadi yakin atas apa yang dikatakannya. Mungkin sekarang Langit tertawa sinis
atas kebodohanku yang tidak percaya padanya, dan kini dia menanti kejadian yang
paling ditunggu-tunggu dalam akhir kisahperadaban manusia ini.
Tak
berlangsung lama, aku saksikandari masjid yang sama sekali tak mengumandangkan
adzannya di langit kota ini,muncul dua orang yang sepertinya saling membetulkan
sesuatu di badan mereka. Entahlah, tetapi masjid itu memang sepi pengunjung,
hanya ada dua orang sajayang kulihat kali ini, dan nampaknya asing sekali
kulihat mereka. Merekasepertinya bukan asli kota ini, namun pakaian mereka
gamis putih suci, lengkapdengan peci putih di kepala dan sorban yang melingkari
leher mereka. Merekadatang seperti apa yang dikatakan Langit kepadaku saat
senja tadi. Aku gemetar tak berdaya. Mereka berjalan dengan hentakan kaki yang
halus namun penuh dengan keberanian. Aku tercengang.
Tak
akan ada yang mengira. Mereka seperti hantu yang menghantui diri mereka, tetapi
mereka tak takut atas apayang akan menimpa mereka. Seorang bergamis yang
memasuki kedai minum jalan begitu santai saja, seolah dirinya hanyalah makhluk
halus yang berlalu-lalang dan ghaib di mata mereka. Sementara, para penghuni
kedai minum nampaknyapengelihatannya terus tertutup anggur, madu atau mungkin
candu.
Pria
yang bergamis satulagi berjalan penuh hati-hati ke arah pom bensin yang ramai
akan pengunjung. Ia berjalan dengan sangat hati-hati. Langkahnya nampak sudah
membuat pegawai pom bensin tersebut curiga, namun pegawai tersebut tak
menggubrisnya, ia lebih memilih melayani pelanggan dan mendapatkan uang yang
bisa saja sebagian ia korup dan masukan ke kantongnya. Pria itu langsung menuju
tempat tervital daripom bensin tersebut. Tempat penyimpanan bensin.
Pria
bergamis di pom bensin itu nampaknya menggunakan HT, mungkin digunakan untuk
menghubungi rekannya yang siap beraksi di dalam kedai minuman.
“Hasim,
sudah siapkah kau?”Tanyanya mengomunikasikan seseorang dengan HT
“Sebentar
lagi, Hafiz. Sepertinya akan datang rombongan pemuda yang jumlahnya lebih besar
yang hendak masukkedalam.” Jawab seseorang dari HT tersebut
“Baiklah,
bila siap, kabari aku. Segera!” Perintahnya
Hening.
1
menit belum ada kabar apapun dari HT tersebut. 2 menit belum kunjung ada kabar.
Nampak gelisah pria yang berjagapada pom bensin itu. 3 menit pun telah berlalu.
Tiba-tiba
HT itu bersuara “Hafiz,persiapan siap”
“baik,
Hasim. Segera meledak danakhiri semua!” bisiknya sedikit berseru.
“Allahu
Akbar!!!!” seru dalam HT tersebut
Ternyata
ledakkan berbunyi bergitu keras dan meluas dengan dahsyat
Hatiku
hancur sekaligus sedih karena tak menghiraukan perkataan Langit. Ledakannya
melontarkan jenazah-jenazah manusia yang malang dan bersimbah dosa. Mataku
mengeluarkan air mata. Bangunan kedai minuman ituterlontar ke penjuru kota dan
menghancurkan gedung-gedung disekitarnya. Aku menangis tak tahu bagaimana tuk
bertahan.
Teriakan
yang diserukan adalah mengagungkan nama Tuhan, tetapi ia menghancurkan segala
ciptaan Tuhan. Apakah Tuhan memang berkehendak untuk mengehendaki umatnya
hancur oleh penyembah-Nya sendiri? Apakah memang agama diciptakan hanya sebagai
alat pemusnah umat manuisa? Semua penganut agama sama-sama menganggap
agamanyalah yang benar, dan saling menghancurkan agama lain. Mengurangi jumlah
manusia yang menganut agamayang berbeda. Tuhan punya jawaban sendiri.
Aku
mendengar teriak jerit manusiayang sekarat. Menyebut-nyebut sumpah serapah
kepada teroris itu menjelang akhir hayatnya. Namun percumalah kata-kata hina
yang terucap dari mulut mereka. Tak ada lagi gunanya mereka berucap. Mereka
mati dalam sekejap
Tak
lama, aku mendengar teriakan lantang tak jauh dari sana. Teriakan yang sama.
“Allahu
Akbar!!!!!!”
Bom
yang kedua kalinya pun diledakan di pom bensin. Meledak meninggi dan melebarkan
kembang ledakannya.Ledakannya bagai bunga Morning Glory yang bermekaran, namun
saja hanya di malamhari.
Tumpahan
jasad manusia bergelimpangn di tepi jalannya. Bensin yang tersimpan meluber
sangat cepat menuju seluruh penjuru kota. Termasuk aku yang sudah terbalur bensin
yangmenandakan kematianku. Api yang berkobar segera menyeluruh menyebar
mengikuti aliran bensin, memakan semua yang telah dilewatinya, dan membakar
segala isi yang ada bersamanya. Tak ada yang peduli.
Di
tempatku. Api segera mengejar diriku yang mungil di pinggir jalan ini. Aku
hanya bisa terdiam tak menghindar. Dalam batinku, aku berkata memohon Langit
menolongku. Dalam bisik, aku berucap.
Malam
ini adalah malam terakhir peradaban umat manusia.
***
JAYA
Komentar
Posting Komentar