Featured

MENGILHAMI PERENUNGAN PERJALANAN

by - Maret 06, 2018


The world is a book, and those who do not travel read only one page.
- St. Agustine

Kegiatan traveling atau melancong, bagi saya bukanlah hanya hobi, tapi bagi saya kegiatan ini adalah proses belajar, dan mengenali dunia. Banyak cerita-cerita yang telah tersebar dalam buku, internet dan cerita mulut-ke-mulut yang telah terkisahkan tentang belahan dunia lain. Bahkan seorang penakluk dunia pun harus mengerti dan belajar tentang apa-apa yang hadir di dunia ini. 

Cerita-cerita penaklukan dunia tersebut berawal (berdasarkan yang saya ketahui) adalah Plato dan Claudius Ptolemius. Karya-karyanya menjelaskan belahan bumi lain yang bahkan saat itu, orang-orang Eropa belum mengetahui di mana keberadaan lokasinya. Salah satu yang menarik dari karya tentang perjalanan bumi ini darinya adalah, Atlantis, sebuah peradaban maju yang memiliki teknologi tinggi di zaman tersebut. Atau bahkan penyebutan Argyre oleh Ptolemius yang mengacu pada kerajaan Salakanegara, yakni kerajaan tertua di nusantara (Indonesia) pada abad kedua masehi.

St. Augustine of Hippo.
Sumber: Internet
Dari kalangan modern, penjelajahan dunia itu sendiri yang menarik dari saya adalah Ibn Battuta dan Marco Polo. Ibn Battutah dan Marco Polo hidup di era yang sama, namun beda asal (Kesultanan Maroko dan Republik Venesia). Kedua tokoh ini yang menjadi inspirasi saya karena bisa mengembara benua Eropa, Afrika, dan Asia. Kesamaan dari mereka, mereka menghasilkan karya yang ditinggalkan mengenai bentuk, kebudayaan dan pengenalan lebih abstrak terhadap dunia.

***

Perjalanan Ibn Battuta
Sumber: Internet.
who live sees, but who travel sees more.
-Ibn Battuta

Setiap kali saya melakukan perjalanan, tujuan saya hanyalah untuk berpikir dan menyadari bahwa dunia tidak sebatas tempat saya tinggal. Tidakkah bisa kamu sadari, bahwa ternyata beragam keunikan yang hadir dalam segumpal bundar yang mengorbit di angkasa bernama bumi. Bahkan dengan kegiatan perjalanan sendiri, saya mengetahui bahwa manusia juga beragam. 

Pikiran saya terbuka, bahwa planet yang kita huni ini sudah tua usianya. Berbagai peradaban pernah ada di muka bumi ini. Dalam usianya yang tua, planet ini telah menyaksikan drama kehidupan manusia yang belum kunjung usai episodenya.

Saya percaya adanya Tuhan yang menciptakan alam ini, saya meyakini ada zat kosmik yang menjadikannya dalam proses penciptaan. Bagaimana alam terbentuk menjadi indah pun, bagi saya adalah suatu lukisan yang berisikan atom-atom yang kemudian menjadi zat warna yang dilukiskan dari Yang Maha Melukiskan. Namun perihal ketuhanan, saya tak mau menyangkutkannya dengan suatu agama manapun. Toh kehidupan ini berangsur memang karena adanya kekuatan kosmik untuk suatu penciptaan, tapi tak bisa dikaitkan dengan agama yang turut campur dengan urusan manusia.

Bulukumba, 2015. Saat saya melakukan perjalanan menggunakan sepeda dari Bantaeng ke Bulukumba.
Menghadapi isu-isu perpecahan yang terjadi di negeri yang kompleks ini, saya sebenarnya cenderung memilih apatis. Negeri ini sedang sakit, sedangkan alam-alamnya begitu indah, sangat sayang apabila perpecahan negeri ini disebabkan oleh pihak luar, yang kutakutkan alam negeri ini tidak asri lagi karena perselisihan. Saya memang mencintai Indonesia sebagai negara saya karena  alamnya, tetapi untuk permasalahan politik segala macamnya, membuat saya pusing dan bisa menyebabkan orang-orang depresi. Bagi saya segala permasalahan yang ada di dalam negeri ini, perlu ditenangkan dan perlunya bagi kita untuk melakukan perjalanan mengitari tempat-tempat alami negeri yang bisa menyadarkan orang-orangnya untuk tenang dan tak terprovokasi.

Sebenarnya melakukan perjalanan itu sendiri mengembalikan kita kepada zat awal manusia awalnya, alam. Pendapat tersebut sebenarnya saya petik saat melakukan liputan UMN TV ke Kandank Jurank Doank, yang merupakan sekolah alam oleh Dik Doank yang berada di Ciputat, Tangerang Selatan. Manusia perlu bercinta kembali dengan 'ibunya' yang saya sebut sebagai alam. 'ibu' selalu memberikan kita asupan gizi kepada kita dan nasihat terbaik untuk melanjutkan hidup kita. Karena itulah, saya selalu menganggap perjalanan ke tempat-tempat alam adalah saatnya saya tenang dan mendengarkan bisikkan 'ibu' supaya tak mudah terbakar saat mengalami tekanan, terutama saya yang berasal dari kota.

Kandank Jurank Doank yang menjadi sarana belajar dengan alam untuk pendidikan usia dini hingga dewasa.

Tahrel, rekan saya yang menemani perjalanan backpacker dari Bali ke Lombok, ia selalu memanfaatkan perjalanan sebagai proses pencarian jati diri. Alam seperti malaikat Jibril yang menyampaikan firman-firman ilahi kepada utusan Tuhan. Bagaimana menyikapi suatu keputusan hidup, bagaimana mengubah perspektif terhadap dunia, dan mengenali karakter pribadi, sebenarnya alamlah yang menjadi pantas untuk 'rumah sakit jiwa' yang menyembuhkan dari penyakit kejiwaan.

Bukan saya membandingkan dengan kegiatan kerohanian. Saya setuju dengan pendapat bahwa kegiatan pendekatan kepada Tuhan, seperti sering-sering ke Masjid, beritikaf, atau ibadah rutin ke Gereja dan lain sebagainya bisa menenangkan hati kita yang gelisah. Namun keragaman kegiatan kerohanian banyak jalannya. Bisa saja yang memilih ketenangan jiwa saya dengan proses keagamaan, tetapi yang saya takutkan adalah menerima doktrin atau paham agama yang keras sehingga menjadi simpatisan agama yang mabuk, sehingga mengakibatkan perpecahan dengan orang yang berbeda. Melakukan perjalanan bagi saya jawabannya, karena kita bisa bebas berteman dan berjalan dengan siapa saja, dan mengenal serta memahami manusia lain untuk menikmati perjalanan mencari nasihat 'ibu'.

***
Anak-anak yang menumpang di atas dek perahu yang akan berangkat ke kepulauan Seribu dari pantai Tanjung Pasir Tangerang.
The use of traveling is to regulate imagination with reality, and instead of thinking of how things may be, see them as they are.
– Samuel Johnson

Planet bumi terdiri dari 7 benua dan 5 samudera. Di setiap-setiap benua dari penjuru dunia memiliki peradabannya masing-masing. Seringkali dalam perjalanan bertemu dengan orang-orang yang berlatar belakang, budaya, bahasa yang berbeda. Sebagai warga dunia, seperti memiliki kebanggaan mengenali banyak perbedaan yang ditemukan di setiap orang-orang yang saya jumpai. 

Teringat saya kepada petikan kitab suci Al Quran yang menjelaskan tentang keragaman di dunia ini. Gunanya, memang untuk kita saling mengenal dan menghargai sebagai manusia yang hidup bersama di bumi. Planet ini terlalu egois jika dinikmati sendiri.

O mankind, indeed We have created you from male and female and made you peoples and tribes that you may know one another. Indeed, the most noble of you in the sight of Allah is the most righteous of you. Indeed, Allah is Knowing and Acquainted. -Al Hujurat 49:13

Walaupun begitu, yang masih mengherankan bagi saya adalah mengapa orang-orang di muka bumi ini begitu serakah terhadap mereka yang berbeda? Mengapa semua merasa menjadi pahlawan kebenaran padahal apa yang sebenarnya dilakukan juga termasuk melanggar kemanusiaan. Seperti misalnya Amerika Serikat yang merasa dirinya adalah pengawas dunia, namun saat suatu negara berkonflik seperti Korea, Suriah, Israel, atau Uni Sovyet, mereka mempolisikan dirinya dengan melakukan pembunuhan sendiri demi kemenangan konstitusinya.

Ngomong-ngomong tulisan ini tentang perjalanan, bukan tulisan tentang politik.

Saya rasa manusia kurang mendalami bagaimana mengenal manusia lainnya yang berbeda. Kurangnya menghargai, dan menyebabkan ego dan rasa puas untuk penguasaan berlebih, sehingga ada pihak yang mengalami kekurangan dan mulai menjerit atas terhimpitnya dia dari segala kekurangan.

Bicara soal perbedaan, kok bisa yah, kita berbeda-beda bahasa? Terdapat berbagai pendapat mengenai asal-usul keragaman genetik mamusia. Dimulai dari berbedanya jenis manusia purba yang tinggal ditempat-tempat berbeda, hingga kejadian Menara Babel dan Banjir Besar Nuh yang diceritakan oleh 3 agama langit (Yahudi, Kristen, dan Islam).
Acara mural yang dilakukan untuk memperingati milad SMA Muhammadiyah 1 Yogyakarta.
Perbedaan yang muncul seringkali membuat saya mempertanyakan dan mempelajari asal-usul manusia dan bahasa-bahasanya yang semua menyatu di suatu waktu yang lampau. Tapi apa yang menyebabkan berbeda? Salah satu yang saya yakini adalah, kebiasaan sosial pada suatu medan tempat yang tentunya tidak sama dengan tempat lain. Misalnya, orang yang di pesisiran mempunyai cara berbeda untuk berkata atau berkode karena harus jelas melawan volume derasnya ombak, sedangkan di pegunungan memiliki gaya bahasa yang harus kalem agar tidak mengganggu orang lain.

Kisah Menara Babel dan Banjir Besar Nuh sendiri tidak hanya dikisahkan oleh agama 3 bahasa saja. Kejadian serupa juga diceritakan diberbagai mitologi lokal sebagai kisah asal-muasal peradabannya. Seperti, Suku Maya, Peradaban Romawi, Suku-suku di Nusantara, suku Maori, suku-suku di Pasifik dan lain-lainnya yang bisa kamu cari di internet literaturnya.


***
Salah satu tarian adat dari pulau Jawa, yang ditarikan pada HUT Kabupaten ke-73, 2016.
Budaya-budaya yang telah saya kunjungi seperti menjadi guru kehidupan bagi saya. Walaupun setiap gaya komunikasi suatu budaya bisa berbeda dan bisa berseberangan, budaya itu sendiri memiliki sifat filosofis sendiri atas apa yang telah tertanamkan di karakter budaya mereka.

Baca Juga:


Tidak perlu jauh-jauh membedakan budaya Timur dan Barat, beberapa beberapa budaya di Indonesia sendiri ada yang berseberangan dengan budaya-budaya di Indonesia lainnya. Semisalnya budaya kita di pulau Jawa, terasa tidak sopan rasanya jika bertamu saat tersaji makanan di hadapan dan kita (sebagai tamu) memakannya secara langsung, namun di Belitung, justru sebaliknya, jika kita bertamu dan langsung menyantap hidangan yang tersedia, berarti menghargai tuan rumah.

Tarian khas dari pulau Sumatera yang ditarikan pada upacara pernikahan.
Pengetahuan mengenai budaya-budaya inilah yang membuat saya harus memahami konteks budaya di mana tempat kita bersinggah, dan apa yang dapat kita petik dari persinggahan tersebut. Karena perjalanan sendiri bukanlah suatu kegiatan hobi, melainkan sekolah yang kelasnya luas sehingga bisa memetik pelajaran dengan guru yang banyak.

Bagi seorang pelancong atau traveler yang memetik pelajaran dari keragaman, budaya, dan refleksi diri dari setiap perjalanannya, menjadikan perjalanannya sebagai forum pendidikan yang amat luas untuk dicerna dan dimanfaatkan ditempatnya. Dengan sering-sering memetik pelajaran juga, bisa menjadikan diri sebagai pelancong yang pintar dan bijak dalam memilih keputusan saat sudah terbiasa dalam petualangannya.

Jadi untuk kamu, kapan lagi untuk belajar dari sesuatu yang menantang seperti dunia? Ayo berjalan-jalan, nikmati dunia yang luas ini beserta memetik pesan yang ada dalam setiap tempat dan waktu yang kamu singgahi. Karena dunia, tidak hanya sebatas komplek rumah atau kota yang kamu tempati saja.

You May Also Like

0 komentar