DRAMA PELARIAN DI ATAS PESONA INDONESIA
Judul: Tahta Mahameru
Terbit: 2012
Penulis: Azzura Dayana
Penerbit: Republika
Buku ini berceritakan tentang Faras seorang wanita asal Ranu Pane, basecamp pendakian Gunung Semeru, Faras
berkeliling Indonesia untuk bertemu seorang pria backpacker bernama Ikhsan yang pernah ia temui di Ranu Pane,
berdasarkan dari surel-surel yang dikirimkan oleh Ikhsan kepadanya untuk
menceritakan lokasi-lokasi kepergiannya.
Alasan mengapa Faras mencari Ikhsan, karena Ikhsan membawa dendam yang
mendalam selama perjalanannya. Dendam tersebut disebabkan drama-ala-sinetron
keluarganya antara ibu kandung yang meninggal disebabkan tekanan fisik dari
ayah kandungnya dan ibu tirinya. Bahkan Ikhsan menghakimi Tuhan dalam
dendamnya.
Dalam pencariannya mencari Ikhsan, di Borobudur, Faras bertemu dengan
seorang wanita misterius bernama Mareta. Mareta ikut dengan kepergian Faras
hingga ke Sulawesi Selatan, karena Faras mendapatkan tiket pesawat murah.
Hingga akhirnya diketahui dalam perjalanannya, bahwa Mareta adalah saudara tiri
dari Ikhsan.
Buku ini mengenal pesona keindahan alam, adat dan budaya Indonesia dari
tempat-tempat yang telah dituju oleh Ikhsan, Faras, dan Mareta. Tempat-tempat
yang dijadikan setting cerita ini
adalah Danau Toba, Candi Borobudur, Bantimurung, pantai Bira, dan Gunung
Semeru. Perbedaan budaya disini juga ditampakkan.
Pembelajaran budaya dari tempat-tempat tersebut juga disebutkan dalam latar
belakang Fikri seorang Bugis, yang pernah menjadi teman dekat Ikhsan untuk
mendaki Semeru sebelumnya. Fikri sendiri terlibat dalam kasus Silariang (kawin lari) adiknya yang
menikah dengan lelaki yang tidak direstui oleh ayahnya. Atas budaya keras bugis
yang dimiliki keluarganya, Fikri harus membunuh suami adiknya dari perintah
ayahnya. Peristiwa ini akhirnya mengakibatkan Fikri mati terbunuh ditangan
suami adiknya saat berduel. Selain tentang Silariang,
juga dikisahkan tentang pembuatan dan filosofi pembuatan kapal Pinisi oleh
orang Bugis. Tak hanya budaya Bugis, pengenalan budaya sopan santun adat Jawa
tergambar dalam karakter keluarga Faras untuk menyambut Ikhsan yang keras
kepala saat pertama kalinya mendaki Semeru.
Hampir setiap pergantian bab buku, pergantian sudut pandang cerita terjadi.
Terjadi 3 sudut pandang, antara “Aku-Kamu” dari sudut cerita Faras, “Lo-Gue” dari sudut pandang cerita Mareta,
dan “Aku-Kamu” dari sudut pandang cerita Ikhsan.
Sayangnya dalam buku ini, quotes
yang sering terucap selalu kata-kata dari Khalil Gibran melulu. Memang karena
Faras yang sering menyebutkan quotes
dari Khalil Gibran karena kecintaannya terhadap karya-karya Gibran. Namun dalam
pengenalan tokohnya, Faras adalah orang yang sering membaca buku, tetapi dengan
quotes Khalil Gibran yang sering
diucapkan olehnya, seolah buku-buku yang sering dibacanya hanyalah karya-karya
Khalil Gibran saja.
Dibandingkan dengan novel 5cm yang berlatarkan tempat yang sama, yaitu
Gunung Semeru, novel ini mengisahkan pencarian jalan kembali kepada Tuhan dan
kesetiakawanan untuk mencari jalan untuk memendamkan dendam. Sedangkan 5cm,
hanyalah menceritakan perjuangan untuk mendaki Semeru, oleh sekelompok
mahasiswa yang baru lulus kuliah dan memaksakan kehendak untuk mendaki.
Walaupun begitu, kehadiran novel Tahta Mahameru sendiri seolah hasil dari
trend mendaki Gunung Semeru yang sudah diceritakan lebih dulu oleh “5cm” yang
terbit di tahun 2005. Karena semenjak kehadiran “5cm”, trend berlomba-lomba
mendaki gunung, terutama Semeru.
Buku Tahta Mahameru ini buku yang rilis sebagai juara kedua dalam lomba
novel yang diadakan oleh Republika tahun 2011. Juri dari lomba novel ini adalah
Salman Aristo dan Asma Nadia. Juara pertama dalam lomba tersebut adalah “Lontara
Rindu” karangan S Gegge Mappangewa, dan juara ktiga “Bila Cinta Mencari Cahaya”
karya Harri Ass Sidiqie.