TERDAMPAR DI SURGA KECIL TERSEMBUNYI DI UTARA BANTEN
Hallo guys! Di seling-seling ujian tengah semester ini, lagi-lagi saya
pergi keluar dari kepenatan dan kemumetan saya karena ujian yang menyerang
kejiwaan saya (UTS semester lalu, saya juga menyempatkan liburan ke Banyuwangi (Baca Artikel: BANYUWANGI, DUNIA LAIN DI SUNRISE OF JAVA) dan Cilember (Baca Artikel: MELANCONG ISENG KE CURUG CILEMBER)). Maka dari itu, saya melakukan backpackeran kembali bersama
Backpacker Tangerang ke Pulau Tunda, Serang. Dan ini adalah trip pertama saya
sebagai anggota dari Backpacker Tangerang.
Pulau Tunda ini adalah pulau kecil di utara kota Serang. Tempat wisata yang
disediakan berupa open trip dari Serang. Namun, kami tidak full open trip,
karena kami pergi untuk backpackeran dengan budget seminimal mungkin, dan tidur
seada-adanya. Langsung saja...
Awalnya saya bersama rombongan Backpacker Tangerang yang berbasis di
Kalideres, kumpul 3 pagi di Pusat Pemerintah Kota Tangerang. Kami berkumpul jam
3, disebabkan salah satu rekan kami, Roi, sudah standby di Puspem (akronim dari Pusat Pemerintah Kota Tangerang)
dari pukul 12 malam. Kemudian kami melanjutkan ke Arimbi di Cikokol untuk naik
bus ke Serang seharga Rp 25.000.
Sesampainya di Serang, kami turun di Indomaret Patung Serang (dekat Gerbang
Tol Serang Timur), dan berkumpul dengan salah satu rekan yang menyusul dari
Cikupa, Ma’rifat, seorang penulis blog travel juga (Buka blognya Ma'rifat DI SINI). Dan ternyata, dia lebih
sampai duluan daripada kami berenam (Saya, Ojan, Roi, Ana, Dimas dan Kak Tia)
yang dari Cikokol.
- Artikel Terkait (oleh Ma'rifat): NUSAKAMBANGAN, PULAU KEMATIAN YANG MEMUKAU
Di sekitaran Indomaret Patung Serang yang dekat dengan pasar, hanya sarapan beberapa menit saja, sambil membeli logistik seperti
sayur-sayuran, telur, tepung dan lain sebagainya. Ojan dan Kak Tia yang membeli
logistik-logistik tersebut, untuk kemudian dinikmati saat malam menjelang.
Seusai rehat dan membeli akomodasi, rombongan kecil ini lanjutkan perjalanan dengan
menaiki angkot ke arah dermaga Karangantu untuk menyeberang ke pulau Tunda.
Nah, sesampainya di dermaga Karangantu, dan menaiki perahu penyeberangan
dengan harga sekisar Rp35.000 per orangnya, kami menunggu muatan perahu terisi oleh rombongan lainnya. Dermaga ini airnya bersih, meskipun
tidak bening, tapi sedikit sekali sampah yang dibuang sembarangan ke lautan. Jujur
saja, saya selalu menganggap Serang adalah semrawut dan tidak sebersih di
Tangerang (jika dibandingkan dengan Kota Tangerang, Gading Serpong, dan BSD
yaaa), tetapi dermaga ini menampar opini saya tentang Serang. Karena saat ke
pulau Untung Jawa dari Tangerang, dermaga Tangerang pun kotor dengan sampah
berserakan, lebih bersih dermaga Karangantu ternyata.
Langsung saja di pelayaran menuju pulau Tunda. Estimasi pelayaran ini
katanya sekitar 2 jam. Saya kurang mengetahui durasinya, karena saya mematikan
gawai saya dan tidak bisa melihat jam kerberangkatan dan tiba. Selama
pelayaran, Ojan memainkan gitarnya dan bernyanyi bersama rombongan Cikokol ini,
dan rombongan lain di atas perahu. Melakukan hiburan bersama orang lain itu
penting bagi kami, untuk menjalin sosial dan juga menghibur kegabutan selam 2
jam pelayaran dengan playlist yang random dari Ojan.
Hari sudah siang saat kami berlabuh di pulau Tunda. Kami langsung menuju Homestay Allay, untuk meletakkan barang-barang dan mengganti baju untuk persiapan snorkling di 2 spot sekitar pulau Tunda di hari pertama. Di Homestay Allay, ada warung yang menyediakan beberapa makanan dan minuman, kami beristirahat dan mengisi perut terlebih dahulu untuk snorkling yang menguras energi.
Waktunya snorkling tiba juga,
kami menyelam dan berenang melihat-lihat biota laut, koral dan karang-karang
yang cantik di dua spot yang jaraknya
tidak saling berjauhan. Di sana, kami melihat ikan badut atau yang biasa
dibilang ‘Ikan Nemo’ karena diadaptasi dari film Finding Nemo, tidak hanya Nemo bahkan Dory, temannya Nemo, juga
banyak ditemukan. Keragaman spesies di dalamnya berwarna-warni. Ikan-ikan di
sana ada yang ikan layang, bahkan ikan terbang kecil. Walaupun banyak
plankton-plankton kecil yang menggigit dan membuat gatal badan-badan terutama
di sekitar perahu, tidak menyurutkan niat kami bermain dengan makhluk-makhluk
lucu di dalam air.
Ikan Badut di tempat kami menyelam, seperti biasa selalu berlindung di rambut-rambut kecil Anemon yang selalu menjaganya. Hubungan mutualisme antara Ikan Badut dan Anemon saling menguntungkan. Di saat ada yang menyerang Ikan Badut, ia akan selalu berlindung pada Anemon, hingga pada akhirnya Anemon-lah yang memakan pemangsa itu, sehingga Ikan Badut selamat dan Anemon kenyang. Selain itu, Ikan Badut sering membersihkan Anemon dari kotoran-kotoran seperti sisa makanannya yang merekat pada tentakelnya.
Sudahlah, kebanyakan informasi ilmiah bisa membuat artikel ini tidak menarik
dibaca :D.
***
Lanjutnya, kami langsung kembali ke Pulau Tunda untuk bersiap istirahat di
penginapan. Tapi tunggu dulu, penginapan kami bukanlah di homestay berbintang
1-5, penginapan kami adalah penginapan semilyar bintang. Kenapa? Karena kami
mendirikan tenda di tepi pantai utara pulau Tunda yang sepi dan dilatarbelakangi laut dan hutan kecil.
Beginilah cara kami mengurangi budget
berlebih, kami mendirikan tenda pada sekitar 5 sore di tepi pantai saat surut. Kami
mendirikan tenda dengan prediksi jarak air laut dan daratan saat air pasang
nanti. Alasan pendirian tenda berada dekat permukaan air karena memang jarak air laut
ke rerumputan dan hutan tidak begitu luas, dan kami akan memberikan sinyal
cahaya kepada rekan kami yang melaut untuk berburu ikan dengan perahu (walaupun
tidak ada yang datang karena rekan-rekan dari Homestay Allay ketiduran). Kami
mendirikan dua tenda dan satu terpal di depan tenda untuk antisipasi hujan dan
panas ketika siang.
Untuk mengatasi lapar, kami memasak sayur dan lauk yang telah dibeli di
pasar. Kami memasak nasi, pancake,
sayur kangkung, teri, dan air panas untuk kopi. Persediaan minum kami dari
Galon yang kami beli di Homestay Allay dan diantarkan dengan motor yang kami
minta untuk mengantarkannya. Karena cuaca yang dingin, kami memasak sangat lama
menggunakan kompor kemah dan nasting
selama empat jam (dan sudah empat kali permukaan air naik).
Kami bertujuh akhirnya makan bersama secara liwetan di dalam salah satu tenda, karena gerimis ringan. Namun
saat kami selesai makan, langit kembali cerah, seolah gerimis tadi menyuruh
kami segera makan di dalam tenda.
Malam itu, sebelum kami terlelap, kami membuat api unggun, dan bernyanyi
dengan alunan gitar yang dimainkan Ojan, sembari menunggu Allay dan
kawan-kawanya membawakan ikan. Namun ternyata Allay tidak datang hingga
akhirnya kami tertidur. Saya, Ojan, Dimas, Ana, dan Roi tidur di luar, di bawah
bintang-bintang yang muncul kembali setelah awan mendung menutup cantiknya.
***
Pagi harinya, kami mengambil perlatan snorkling
di Homestay Allay untuk Snorkling di
laut utara pulau Tunda. Walaupun perahu akan membawa rombongan lain untuk ke
sana, kami memilih berjalan kaki untuk berenang dan bersnorkling dari lokasi Tenda.
Perahu yang berisikan rombongan lain tiba di dekat Jembatan Galau yang
sangat indah saat sunrise dan sunset. Kami yang jaraknya ratusan meter
dari Jembatan Galau, harus berenang ke sana sembari melihat biota laut yang
lebih indah dan tak bisa dilihat oleh rombongan lain. Namun sayangnya, Kak Tia
yang memiliki action cam lupa
membawanya dan tertinggal di dalam tenda. Mengikuti rombongan lain, kami
berbaur di lokasi tersebut, di sana juga terdapat batu bertuliskan “Wisata
Pulau Tunda Banten” di dasar laut.
Sayang sekali, kami lupa membawa alat pendokumentasian. Padahal di spot tersebut lebih banyak ikan badutnya
dan lebih banyak ikan-ikan warna-warni lainnya.
***
Pukul 12 siang, kami akhirnya kembali ke Homestay
Allay setelah makan di tempat kemah, dan merapikan barang. Rombongan lainnya
telah stand by di perahu menunggu, sedangkan rombongan Backpacker Tangerang yang gembel-gembel ini baru mandi di penginapan Allay dan rehat sembari merokok.
Maka kami melanjutkan perahu untuk kembali ke dermaga Karangantu, Serang. Tetapi sebelum pulang, perahu yang membawa tiga rombongan ini singgah di pulau Empat untuk berswafoto. Pulau ini dipenuhi gazebo-gazebo yang seharusnya dinikmati saat sore untuk makan-makan dan menikmati senja sembari mengopi, karena ada kafe dan warung makan yang saat kami tiba di siang yang belum buka.
Tidak berlama-lama, akhirnya kami kembali ke perahu untuk pulang ke dermaga Karangantu, Serang, untuk kembali ke rumah masing-masing.