Featured

MENENGOK PENINGGALAN NENEK MOYANG NUSANTARA DI RAMMANG-RAMMANG

by - Juni 21, 2018


Taman Nasional Bantimurung Sulawesi Selatan tidak hanya air terjunnya saja yang indah dan dipenuhi kupu-kupu. Di sisi lain Taman Nasional ini, tidak jauh dari Semen Bosowa, ternyata menyimpan keajaiban alam dan peninggalan sejarah yang patut dilindungi, yaitu Rammang-Rammang.

Perlu diketahui, ternyata pegunungan kapur atau karst ini merupakan karst terbesar kedua setelah gunung kapur yang ada di Tiongkok. Kurang lebih luas dari Karst Rammang-Rammang sekitar 45.000 hektar.

Untuk menuju Karst Rammang-Rammang dari Makassar, cukup memakan waktu 2-3 jam perjalanan menggunakan mobil, itu sudah termasuk terkena macet di dekat bandara Sultan Hasanuddin. Lalu ambillah jalan menuju pertigaan Semen Bosowa, dan tentukanlah, ingin memulai petualangan di Rammang-Rammang melalui Dermaga 1 atau 2. Sebab, perjalanan menuju objek wisata harus menaiki perahu dan mengitari Sungai Pute dengan merogoh dompet Rp 50.000 per orang.


Saat menyusuri Sungai Pute, kamu akan disajikan dengan bebatuan besar yang menyembul ke atas permukaan air. Karena memang sungai ini berada di karst, bahkan ada juga batu besar yang membuat menyusuri sungai, serasa melewati terowongan karena bahu sungai didindingi oleh batu yang sangat besar. Karena banyak batu-batu karst itulah, perahu harus berbelok agar tidak karam atau tertabrak batu-batu tersebut.

Seusai menyusuri Sungai Pute, maka perahu akan mendarat dan langsung ke lokasi wisata Kampung Berua. Kampung yang dikelilingi pegunungan kapur ini, menjadi favorit lokasi syuting dan cerita yang menggambarkan petualangan di Sulawesi Selatan seperti, Silariang dan The Nekad Traveler. Sepanjang mengitari perkampungan, dipenuhi dengan area persawahan, peternakan sapi dan kerbau, hingga rumah-rumah tradisional milik warga yang memiliki kesan perkampungan idaman.

Untuk mendapatkan best view, kamu perlu menaiki bukit yang pas dan melewati sawah-sawah tempat bertani dan tempat sapi maupun kerbau berleha-leha, kemudian menaiki tumpukkan batuan kapur. Golden Momentnya adalah saat sore hingga malam menjelang, namun bila kamu sampai larut malam di Kampung Berua, kamu bisa mendapatkan momen yang pas untuk memotret Milky Way bila langit sedang cerah.

BACA JUGA ARTIKEL:


Di sisi lain Kampung Berua, juga terdapat goa yang menjadi objek wisata yang dilindungi, yaitu Goa Permata (Diamond Cave). Terjadi karena aktivitas geologi, stalaktit dan stalagmit di sini memiliki bentuk-bentuk yang unik seperti anjing, dinosaurus, bahkan seorang ibu yang menggendong bayi.



Tidak hanya unik stalagmit dan stalaktitnya, efek aktivitas geologi di zaman purba dan proses kimia secara alami di goa tersebut, menyebabkan permata bermunculan di dalam goa. Untuk menyaksikan sumber permata ini, perlu menaiki tali. Perlu dicatat, permata-permata tersebut dilindungi, dan pengunjung tidak boleh menyentuh apalagi mengambilnya. Maka dari itu, untuk masuk ke goa permata ini, satu rombongan harus bayar guide sebesar Rp 20.000.

Selain itu, beberapa kilometer dari Dermaga 1, tempat yang wajib kamu kunjungi sebagai wisata prasejarah adalah Leang-Leang. Secara bahasa, Leang-Leang dalam Bahasa Bugis artinya "Gua-Gua", karena terdapat banyak goa di sekitaran Leang-Leang dan masih banyak juga gua yang berada di luar komplek Leang-Leang.


Beberapa gua yang berada di sekitar komplek Leang-Leang adalah sisa-sisa tempat tinggal para manusia purba. Dapat kamu temui di beberapa gua yang ada, berupa lukisan hewan-hewan buruan manusia purba yang mereka gambar sendiri, cetakkan tangan manusia purba, dan Kjokkenmodinger atau sampah makanan purba berupa sisa-sisa kerang moluska yang telah kosong karena dikonsumsi.




Sayangnya, bukti-bukti prasejarah ini lambat laun menghilang karena mengalami pengeroposan secara alami dan seringnya wisatawan yang datang, memotret menggunakan flash. Lapisan ini sebanarnya sangat sensitif dengan cahaya. Sayangnya juga, belum ada pengetatan kebijakan untuk memotret di kawasan Leang-Leang ini.

Saat dipandu dengan guide di Leang-Leang, guide menjelaskan bahwa di masa lampau Sulawesi berupa laut dan Taman Nasional Bantimurung adalah tepi laut yang ditinggal peradaban purba. Ditemukan pula fosil Mamut (gajah di masa purba) di sekitar sini.

Leang-Leang juga kerap menjadi tempat penelitian arkeolog mancanegara, seperti dari Australia, Amerika dan beberapa negara dari Eropa untuk meneliti sejarah di Sulawesi. Bahkan kerap kali National Geographic datang untuk meliput penelitian purbakala di sini.

You May Also Like

0 komentar