Featured

CINTA, SELERA KELUARGA, DAN DISKRIMINASI RAS

by - Agustus 25, 2019


Semenjak ramainya isu diskriminasi  ras yang  terjadi pada musim Dirgahayu Kemerdekaan Republik Indonesia yang ke 74 yang dialami etnis Papua (Melanesia), makin terkuak kasus-kasus diskriminasi ras di Indonesia. Banyak hal yang bisa diangkat dari permasalahan ini, salah satunya adalah dari segi pandang cinta, selera keluarga (seperti perjodohan), dan diskriminasi ras.

Cinta Monyet, dan si Tikus Kotor

Dari video talkshow Mata Najwa Episode: Nyala Papua, Segmen 5: Gubernur: Orang Papua Butuh Kehidupan Bukan Pembangunan, pada durasi 0:20, ada wawancara dengan Filep Karma seorang aktivis Papua mengenai persoalan rakyat Papua. Ia bercerita tentang pengalaman diskriminasi rasnya selama di luar Papua.

Awalnya ia menyampaikan bahwa teman-teman Papuanya mengatakan perlakuan tersebut dari kalangan Muslim. Narasi ini menyampaikan bahwa umumnya memang saudara-saudara Muslim di Indonesia menjadi yang paling sering menjadi pelaku diskriminasi. Tapi Filep menyampaikan nyatanya tidak terlalu, bahkan perlakuan rasis bisa dilakukan oleh siapa saja.

Pengalamannya menceritakan bahwa saat ia beraktivitas di suatu gereja di Solo, ia sempat dijodoh-jodohi dengan seorang wanita yang terkenal suara bagus di Pemuda Gereja tersebut. Tapi tanggapan wanit tersebut mengenai jodoh-jodohan ini, membuat Filep Karma tersinggung dan sakit hati.

"Terus dia (wanita dari gereja tersebut) ngomong: Waduh kalau saya sama dia (Filep), saya kawin, nanti saya ke Papua monyet-monyet di Papua pada pinter nyanyi dong. Dia ngomong begitu. Saya sakit (hati)"
-Filep Karma

Baca Juga: Stereotip Indonesia Timur dalam Film

Diskriminasi ras juga terjadi setiap hari tidak hanya antara etnis Melanesia dengan Austronesia (Melayu) yang menjadi umum saat ini terjadi, sentimen keras seperti 'monyet' pada Papua juga kadang terucap rasisnya oleh etnis Tionghoa terhadap etnis Austronesia. Bagi kalangan Tionghoa, terutama yang rasis tentu mengenal istilah 'tiko', akronim dari 'tikus kotor', 'fankui' (bahasa Hokkien) adalah bahasa slang yang berarti 'miskin' atau 'bodoh' yang biasanya dicap kepada etnis Austronesia (Serbatahu.com).




Antara cinta Minke-Ann klasik dan modern

Masih hangat-hangat pula dengan film yang diadaptasi dari novel karya Pramoedya Ananta Toer. Film yang berceritakan Minke yang diperankan oleh Iqbaal Ramadhan ini memiliki sisi diskriminasi ras terutama pada percinaan antara Minke dengan Ann (Mawar Eva de Jongh). Kisah cinta yang tak direstui karena Minke seorang pribumi dan ditolak oleh keluarga Anne yang seorang kulit putih.

Minke di sebelah kanan, mencium tangan kanan Anne di sebelah kiri gambar sebagai penghormatan kasih sayang, tapi mereka tertahan antara cinta, selera keluarga, dan diskriminasi ras era Hindia Belanda
(Sumber gambar: Kumparan)


Kisah yang berlatar masa Hindia-Belanda tersebut, sangat kental pada gambaran pandangan kaum kulit putih (Eropa) bahwa pribumi ada kelas rendah yang harus dihindari, terutama dalam percintaan. Tentu saja dalam konteks nyata apa yang dialami kisah Minke-Ann terhadap isu diskriminasi hinaan 'monyet' pada etnis Papua juga pernah terucap oleh para kolonialis Belanda pada pribumi masa itu.

Pada masa kini juga terjadi hinaan dalam jatuh cinta. Banyak dari masyarakat Indonesia sendiri menganggap hal tabu dalam masalah cinta yang berbeda ras.

Gabriel, teman saya yang memiliki etnis Maluku, berkulit hitam, rambut keriting dan mata menyala mengamali hal pahit yang hampir sama yang dirasakan oleh Minke dan cercaan seperti Filep saat memiliki pacar dari etnis Tionghoa. Bahkan lebih kompleks lagi dalam perbedaannya adalah cinta yang beda agama antara Gabriel yang beragama Kristen dan (mantan) pacaranya yang beragama Buddha. Ia menghadapi celaan banyak orang karena ia yang berkulit hitam berpacaran dengan seorang yang lebih oriental (kuning langsat).

"Enggak enaknya adalah banyak orang yang mencibir, banyak orang yang enggak terima dengan gue yang dapat pasangan cantik. Kita harus akui, wanita-wanita berwajah oriental seringkali (ditampilkan) sangat menarik. Yang kedua, enggak enaknya adalah masalah restu yang berkaitan dengan adat budaya, karena dalam berbagai ras, seringkali hubungan beda ras itu sulit bersatu."

Gabriel juga menyampaikan pengalamannya pada saya bahwa yang paling membuatnya tidak nyaman saat memang dua insan sudah jatu cinta tetapi orang tua tak merestui hanya karena perbedaan ras. Hubungan Gabriel dengan mantannya pun kandas.

Ada yang Gabriel sampaikan dalam pernyataannya sebagai penyintas diskriminasi karena cinta beda ras, bahwa lingkungan yang mendiskriminasinya menganggap Gabriel jelek (berkulit hitam) dan mantannya cantik (berkulit putih). Masalah ini bukan masalah baru, tapi masalah lama yang terus terjadi sampai sekarang karena bagaimana media yang biasa memberikan imajinasi pada khalayaknya menganggap kriteria cantik adalah yang berkulit putih, cerah, dan memiliki ras oriental.

Cobalah tengok pada iklan-iklan kosmetik, media gaya hidup, media biasa, atau sekedar talkshow di televisi, seperti apa kriteria cantik untuk sebuah wanita? Umumnya model dan artis yang dilabeli cantik ini kebanyakan yang memiliki ras Mongoloid (Austronesia, dan Tionghoa) ras Arab atau Kaukas (Kulit Putih) jarang sekali kita menemukan orang Afrika atau Melanesia di media. Bahkan media terutama iklan kosmetik juga mengotak-kotakan antara perempuan cantik vs pas-pasan atau kulit putih vs kulit gelap (Remotivi.or.id).

Salah satu iklan kecantikan di Indonesia

Itulah yang menyebabkan bagaimana kita menganggap ras manusia mana yang cantik dan ras manusia mana yang buruk. Mana ras yang menganggap dirinya superior dan inferior.

Ras terhebat untuk jatuh cinta di muka bumi adalah...

Di era yang serba bebas ini, beberapa orang justru tidak bebas untuk jatuh cinta. Banyak cinta yang dilarang-larang karena beberapa faktor seperti ekonomi, status kelas, agama, hingga ras. Dari pengamatan saya jika berkaca pada Filep, Minke, dan Gabriel, beberapa faktor dalam permasalahan cinta beda ras yang cenderung mendiskriminasikan ini biasanya berasal dari restu orang tua, sosial, dan ke-superior-an anggapan terhadap ras sendiri.

Dalam teorinya, hubungan antarbudaya adalah proses negosiasi atau pertukaran secara simbolik yang membimbing manusia dan membatasinya untuk menjalankan fungsinya sebagai kelompok. (Guo-Ming Chen dan William J. Starosta: 2000). Jadi hubungan cinta antar-etnis atau ras sekalipun tidak lebih dari sekedar transaksi.

Pada kasus Minke, pembatasan cinta beda ras ini lebih klasik pada era Hindia Belanda jatuh cinta antara pribumi dan turunan Eropa tidak lebih dari pandangan publik sebagai keinginan perubahan kelas martabat dengan menjual harga diri suatu etnis. Misalnya Minke yang akhirnya menikahi Ann lebih dianggap sebagai mengangkat derajat Minke, dan menurunkan derajat orang Eropa karena wanita Eropa menikah dengan ras kelas rendah.

Era ini pun tak lebih sama karena menyisakan sisa luka era Hindia-Belanda yang dirasakan oleh Filep dan Gabriel. Tindakan rasisme lebih dikenal pasca Hindia-Belanda, sebelum masa itu tidak ada catatan-catatan sejarah mengenai rasisme, bahkan semua bisa melakukan hubungan beda ras seperti asal-usulnya Raden Patah (pendiri Kerajaan Demak) dan beberapa demografi yang umum era Majapahit sebagaimana yang tercatat di Negarakertagama yang ditulis oleh Mpu Prapanca. Pandangan rasisme pun tak ada baunya pula pada era Kesultanan Islam di Nusantara, karena mereka berpegang teguh pada hukum syariah mereka yang menganggap 'semua orang sama di mata Tuhan'.


poster diskriminasi ras oleh Nazi, tertulis: qualitativer bevölkerungsabstieg bei zu schwacher fortpflanzung der höherwertigen. so wird es kommen wenn minderwertige 4 kinder und hoherwertige 2 kinder haben.
Poster propaganda Nazi yang menggambarkan betapa buruknya efek kawin silang ras. (Sumber: Wikipedia)

Penolakan hubungan antar-ras/etnis/suku karena restu orang tua atau society yang menganggap memiliki ras yang superior ini tidak ada bedanya dengan rasa bangga ras Arya yang dipropgandakan Nazi pada zamannya. Nazi menganggap ras-ras non-Arya harus dikarantina dan bahkan dimusnahkan, karena menurut mereka Homo sapiens telah terbagi-bagi menjadi ras. Ras Arya menganggap diri mereka memiliki sifat-sifat terbaik seperti rasional, paling cantik, integritas, kerajinan, dan intelektual. Maka mereka hendak mencegah perkawinan silang dengan ras lain agar tidak 'mengotori' ras Arya yang akan menjadi satu-satunya ras di bumi (Yuval Noah Harari: 2014). Bedanya, orang tua pacar Anda tidak membunuh Anda karena dianggap ras inferior, tapi sekedar membunuh batin Anda dan hubungan Anda secara kejiwaan.

Kejadian hampir serupa juga terjadi oleh keluarga Kerajaan Inggris pada Putri Diana yang punya hubungan dengan seorang Muslim Dodi Fayed. Secara misterius Putri Diana ditembak di Perancis. Mohamed Al-Fayed ayah dari Dodi Fayed mengklaim bahwa pembunuhan tersebut dilakukan MI6 agar mencegah Diana-Dodi menikah dan memiliki bayi kerajaan yang Muslim dengan beberapa bukti yang kuat (TheSun.co.uk).

Cinta dan Masa Depan Manusia

Lantas bagaimana dalam cinta yang cenderung diskriminasi ras ini? Bukankah cinta itu indah dan kita semua berasal dari DNA yang sama sebagai Homo sapiens yang kemudian menjadi beragam ras karena beberapa faktor penyesuaian dengan alam? Meskipun pada dasarnya manusia adalah makhluk yang anti-toleransi dan cenderung sering mendiskriminasi sejak zaman sejarah terhadap musuh politiknya, perlahan sifat alami manusia itu memudar.

Sudah banyak contoh kasus pada abad 21 ini pernikahan campur ras. Untuk antar pribadi sebuah pasangan harus tetap meyakinkan satu sama lain untuk tabah dan menganggap enteng apa kata masyarakat. Dulu saat John Lennon menikahi Yoko Ono banyak orang mencibir John dan menghina Yoko secara rasis. Tapi masyarakat akan berkembang seiring makin berbaurnya masyarakat.

Mungkin di masa depan dinding pemisah perbedaan ras semakin menipis dan akhirnya akan menciptakan satu ras manusia yang tunggal. Hubungan cinta antar ras, etnis dan budaya akan memajukan evolusi manusia itu sendiri seperti yang pernah diangkat edisi khusus dari majalah National Geographic. Bayangkan, semakin sering pada era ini dua ras yang berbeda saling jatuh cinta akan menciptakan ras baru yang berbeda dari ras induk wanita dan pria.

National Geographic isu tentang ras baru di masa depan Amerika
Bayangkan! salah satu teori yang saya ambil dari buku Sapiens karangan Yoval Noah Harari, pada awalnya Homo sapiens hanyalah satu jenis, kemudian perbedaan ras muncul karena perkawinan dengan Homo-Homo lain seperti Erectus, dan Neanderthal. Perkawinan antar spesies tersebut ternyata menciptakan jenis Homo sapiens baru seperti kita dan beragam. Dalam kurun abad ke 13 Masehi di Nusantara saja sudah muncul perkawinan antar etnis dan puncaknya adalah masa kini.

Kini kita tidak peduli lagi etnis asal kita apa, karena bisa jadi orangtua kita hasil dari suku yang berbeda. Bahkan suku Jawa dan Sunda yang di masa lalu selalu berseteru, pasca kemerdekaan Indonesia mereka banyak yang kawin silang! Apa yang akan terjadi pada 2060 di Amerika bisa jadi gambaran bagi Indonesia di masa depan tentang perkawinan antar ras yang mulai bermunculan. Sayangnya tembok pemisahnya hanyalah rasa gengsi yang sangat kecil dari beberapa keluarga di Indonesia.

Pemikiran kolot suatu golongan atau orangtua pacar Anda harus dilurusi, bahwa tak ada lagi ras ini-itu di masa depan jika kita mau menggerakan cinta, yang akan ada adalah ras manusia.

“Jangan anggap remeh si manusia, yang kelihatannya begitu sederhana; biar penglihatanmu setajam elang, pikiranmu setajam pisau cukur, perabaanmu lebih peka dari para dewa, pendengaran dapat menangkap musik dan ratap-tangis kehidupan; pengetahuanmu tentang manusia takkan bakal bisa kemput.” -Pramoedya Ananta Toer (Bumi Manusia)

You May Also Like

0 komentar